By reconstructing the events, the Pancasila members deconstruct their involvement in them. In one scene, a Pancasila leader is worried that a re-enactment makes the organization look too ruthless, despite admitting to its verity. In another, two men debate the semantics of sadism and cruelty; one insists they’re the same, but the other believes cruelty is the less severe of the two, and won’t accept that what they did to the communists was sadistic.
Dengan rekonstruksi peristiwa, para anggota Pancasila membongkar keterlibatan mereka di dalamnya. Dalam salah satu adegan, seorang pemimpin Pancasila khawatir jika reka ulang akan membuat organisasi terlihat terlalu kejam, disamping mengakui kebenarannya. Di lain adegan, dua orang pria berdebat mengenai arti kata sadisme dan kekejaman; salah satu berkeras bahwa keduanya sama, tapi yang lain menganggap kekejaman lebih ringan diantara keduanya, dan tidak akan menerima apa yang mereka lakukan pada kaum komunis itu sadis.
“The Act of Killing” challenges non-fiction by embedding Pancasila members in sometimes surreal retellings of their own truths. The discussions surrounding how to recreate events accurately are all the more fascinating because some of the folks have buried the purge beneath decades of denial.It’s not surprising that the staged and real-life scenes are often difficult to tell apart. At its core, “The Act of Killing” is about the lies we tell ourselves to make the truth easier to swallow.
"The Act of Killing" menantang non-fiksi dengan menanamkan cerita kebenaran menurut para anggota Pancasila yang terkadang surealis. Diskusi seputar bagaimana menciptakan kembali peristiwa secara akurat lebih menarik lagi karena beberapa orang telah menguburkan peristiwa pembersihan itu di bawah puluhan tahun penyangkalan.Tidak mengejutkan bahwa adegan yang telah dipersiapkan dan adegan nyata sering kali sulit dibedakan. Intinya, "The Act of Killing" bercerita mengenai kebohongan-kebohongan yang kita ceritakan pada diri kita sendiri untuk membuat kebenaran lebih mudah diterima.
Talent wins games, but teamwork and intelligence wins championships (M. Jordan)Within a company, every individual is dependent on his fellow employees to work together and contribute efficiently to the organization. When we help each other accomplish the tasks efficiently, we save a lot of time and energy and gain the sense of unity that accompanies a positive work environment.When we work in a team rather than individually, we can expect a far better outcome.Therefore Conyac for Business introduced a new organization function that can improve teamwork of any company worldwide. Colleagues can share translation projects and manage team budget, create groups or participate in other user’s group activities.
Talenta memenangkan pertandingan, tapi kerja sama tim dan kecerdasan memenangkan kejuaraan (M. Jordan)Dalam sebuah perusahaan, setiap individu saling bergantung dengan sesama pekerja untuk bekerja sama dan berkontribusi secara efisien demi organisasi. Ketika kita saling membantu untuk menyelesaikan tugas secara efisien, kita dapat menghemat banyak waktu dan energi dan mendapatkan rasa persatuan yang dapat membawa suasana kerja yang positif.Bekerja dalam tim bisa membawa hasil yang jauh lebih baik daripada jika kita bekerja secara individu.Oleh karena itulah, Conyac untuk Bisnis memperkenalkan sebuah fungsi organisasi baru yang dapat memperbaiki kerja sama tim dari perusahaan apapun di seluruh dunia. Rekan-rekan dapat berbagi proyek penerjemahan dan mengatur anggaran tim, membuat grup atau berpartisipasi dalam aktivitas grup pengguna yang lain.