Notice of Conyac Termination

Lesmi Mitra (simplesmich)

ID Verified
Over 8 years ago Female 30s
Indonesia
Indonesian (Native) English
Culture
25 hours / week
Contact Freelancer

Example Translations

Culture [Indonesian ≫ English]

Original text

Dahulu, cara membatik hanya dikenal dengan ditulis. Namun, seiring perkembangan zaman, muncul batik yang dicap juga batik printing. Kemunculan metode lain memunculkan pula alat membatiknya. Selain canting, kemudian muncul cap batik. Basuki (50) merupakan salah satu perajinnya.

Sejak umurnya masih 13 tahun, Basuki sudah mulai menggeluti dunia kerajinan cap batik. Dia memulainya dengan menjadi pegawai di usaha cap batik milik seorang pengusaha. Puluhan tahun ilmunya sebagai perajin cap batik ditempa, hingga akhirnya sekitar tahun 1995 dia mampu mandiri dengan membuka usaha kerajinan cap batik miliknya sendiri. Bertempat di rumahnya, Desa Bratan, Pajang, Laweyan, Solo, Basuki menjalankan bisnis kerajinan cap batik itu. “Ya semuanya dilakukan di sini, Mas. Di teras rumah saya ini cap batik itu dibuat,” terang Basuki kepada Terasolo.com saat ditemui, Senin (8/12/2014).

Cap batik merupakan produk yang tahan lama, daya pakainya bisa tembus 10 tahun. Karenanya, tak banyak perajin cap batik, kecuali di daerah-daerah sentra batik. Selain itu, cap batik juga merupakan barang dengan tingkat pembuatan yang sulit, tak seperti melukis di atas kanvas atau di atas kain, perajin cap batik diharuskan melukis di tembaga, membentuknya menjadi motif batik sesuai keinginan. Maka tak sembarang orang bisa membuatnya.

“Cap batik ini terbuat dari tembaga, lembaran-lembaran tembaga lebih tepatnya,” jelas Basuki. Lembaran tembaga yang masih utuh itu akan dipotong sesuai kebutuhan, kemudian diblat (digambar.Red) sesuai motif yang diinginkan. Setelah motif terbentuk, lembaran tembaga itu dipotong, dilengkungkan, dan disusun sesuai motif hingga membentuk persegi yang ukurannya sangat beragam. Untuk ukuran standarnya yaitu 20cm x 20cm, namun ada juga yang lebih besar atau lebih kecil. Sebelum menjadi cap siap pakai, susunan motif batik yang sudah menyatu itu dirapikan kembali. Barulah setelahnya cap batik mengalami proses finishing dengan cara disiram dengan cairan khusus yang biasa disebut gandarukem untuk memberikan efek nyata pada motif batik.

Basuki menjalankan usaha cap batiknya dengan tiga orang pegawai yang semuanya membuat cap batik di rumahnya masing-masing. Setiap bulanya Basuki dan pegawainya bisa menghasilkan tiga hingga empat cap batik. Satu cap batik bisa diselesaikan antara tiga hingga 10 hari. Bisa dibilang, Basuki rutin membuat cap batik. Klien langganan yang memesan cap batik ke Basuki itu adalah para perajin batik yang pelanggannya dari luar negeri. Mereka bisanya memesan baju dengan motif yang mereka ciptakan sendiri. “Karena permintaan motif langsung dari luar negeri itu biasanya motifnya ganti-ganti jadi capnya pesan berbeda-beda,” jelas Basuki.

Batik Modern

Sebagian besar cap batik yang dibuat Basuki digunakan untuk memproduksi baju dan kain batik yang akan diekspor, karena motif batiknya juga langsung dari pelanggan dari luar negeri. Oleh karena itu, motif batik yang ada pun merupakan batik-batik modern, yang tak terikat pakem yang ada di Jawa. “Saya seringnya membuat batik-batik modern, Mas, tidak terikat pakem, karena motif ini seleranya para bule,” seloroh Basuki.

Selain membuatkan cap untuk eksportir batik yang menjadi langganan Basuki, tak sedikit orang yang sengaja datang ke rumah Basuki untuk minta dibuatkan cap batik. “Ini saya sedang membuatkan cap untuk orang Medan, besok diambil,” jelas Basuki. Untuk masalah harga, cap batik Basuki dipatok dengan harga yang beragam, semua tergantung kerumitan motif. Harga termurah sekitar Rp500.000 hingga Rp800.000. “Selebihnya merupakan rahasia perajin dan konsumen,” Basuki berkelakar.

Translated text

Long ago, the only known way of making batik is by using writing technique. However, over the times, stamped batik and printed batik have also emerged. These new methods have also lead for the new batik tools innovation. Batik stamp was born to replace canting. Basuki is one of batik stamp crafters.

Basuki has been honing his skill of making batik stamp since he was thirteen. He started by working on a batik stamp business. Decades of honing his skills pushed him to be able to open his own batik stamp business in 1995. Inside his house in <strong>Bratan Village</strong>, Basuki runs his business. “Everything is done here. Batik stamps are made in this porch,” Basuki explained.

Batik stamp is very durable and can last more than ten years. Because of this durability, there aren’t many batik stamp crafters except in batik villages. In addition, making batik stamp is very difficult. Instead of just drawing on a canvas like a common painter, batik stamp artisan needs to draw the desired pattern using copper plates. Because of this, there aren’t many people have the skill and tenacity to make batik stamp.

“Batik stamp is made from copper; more precisely from copper sheets,” Basuki said. A sheet of copper will be cut as needed then it will need to be drawn according to the desired motifs. After the motifs drawn, the copper sheet will be cut, curved, and arranged according to the drawn motifs. All of these copper will be arranged to form a square with various size. The standard size is 20cm-of-20cm but some are bigger and some are smaller. Before it can be used, the arranged batik motifs need to be trimmed. The finishing process is to spray the stamp with a special liquid called gandarukem (Resina colophonium; it is the processed form of Pine sap) to give off a lively effect to the motifs.

Basuki runs his batik stamp business with three workers that make cap batik in their respective house. Every month, Basuki and his workers can produce three or four batik stamps. One batik stamp can be done in three to ten days. It can be said that Basuki makes batik stamp regularly. His customers are usually batik makers with foreign buyers. These foreign buyers are usually ordered clothes with customized motifs. “Since the order came from overseas, the motifs are always changing so they always order different stamp every time,” Basuki explained.

Most of Basuki’s batik stamps are used to produce exported batik because of the direct demand from foreign buyers. Because of that, Basuki mostly made batik stamps that are far from Javanese motifs influence. “I often make modern motifs, not entirely bound by the tradition because it was all according the foreign buyers,” Basuki joked.

In addition to batik exporters, there aren’t just a few people that come to Basuki’s house for to order stamps. “I am currently making batik stamp for my customer from Medan. He will take this tomorrow,” Basuki explained. Basuki’s stamps are varied in price. The price is depending on the difficulty of the motifs. The cheapest is around IDR500,000 to IDR800,000. “The rest is a secret between the artisan and the customers,” Basuki joked again.